-->

Friday, 30 March 2012

KUHP BUKU KE-4


NAMA  : Wiweko Adityo Pujo P.
NPM    : 28210567
KELAS  : 2 EB 17

KUH Perdata
Hukum perdata di Indonesia berbasis pada sumber Staatsblaad nomor 23 tahun 1847 tentang burgerlijk wetboek voor Indonesie atau biasa disingkat menjadi BW/KUHPer. BW/KUHPer sebenarnya merupakan suatu aturan hukum yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda, ditujukan bagi kaum golongan warganegara bukan asli alias Eropa, Tionghoa dan juga timur asing. Namun demikian berdasarkan kepada pasal 2 aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945, seluruh peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia-Belanda berlaku bagi warga negara Indonesia(azas konkordasi). Beberapa ketentuan yang terdapat didalam BW pada saat ini telah diatur secara terpisah/tersendiri oleh berbagai peraturan perundang-undangan. Misalnya berkaitan tentang tanah, hak tanggungan dan fidusia.

Sistematika Hukum Perdata menurut BW terdiri atas 4 buku:
1.      Buku Kesatu – Mengenai Orang
2.      Buku Kedua – Mengenai Benda/Barang
3.      Buku Ketiga – Mengenai Perikatan
4.      Buku Keempat – Mengenai Pembuktian dan Daluwarsa

Buku Keempat - Pembuktian dan Kedaluwarsa
Buku keempat mengatur tentang pembuktian dan daluarsa. Hukum tentang pembuktian tidak saja diatur dalam hukum acara (HIR) namun juga diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Didalam buku keempat ini diatur mengenai prinsip umum tentang pembuktian dan juga mengenai alat-alat bukti (BAB I – Pembuktian secara umum). Dikenal adanya 5 macam alat bukti yaitu :
a. Surat-surat (Bab II - Pembuktian dalam bentuk tulisan)
b. Kesaksian (Bab III – Pembuktian dengan saksi-saksi)
c. Dugaan (Bab IV - Persangkaan)
d. Pengakuan (Bab V - Pengakuan)
e. Sumpah (Bab VI - Sumpah di hadapan hakim)
Daluarsa (lewat waktu) berkaitan dengan adanya jangka waktu tertentu yang dapat mengakibatkan seseorang mendapatkan suatu hak milik (acquisitive verjaring) atau juga karena lewat waktu menyebabkan seseorang dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan hukum (inquisitive verjaring). Selain itu diatur juga
hal-hal mengenai “pelepasan hak” atau “rechtsverwerking” yaitu hilangnya hak bukan karena lewatnya waktu tetapi karena sikap atau tindakan seseorang yang menunjukan bahwa ia sudah tidak akan mempergunakan suatu hak.

Bab I - Tentang pembuktian pada umumnya
1865. Setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu.
1866. 5 alat pembuktian seperti yang sudah saya sebutkan di atas.

Bab II - Tentang pembuktian dengan tulisan
1867. Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan tulisan di bawah tangan.
1868. Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.
1869. Suatu akta yang tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, baik karena tidak berwenang atau tidak cakapnya pejabat umum yang bersangkutan maupun karena cacat dalam bentuknya, mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan bila ditandatangani oleh para pihak.
1870. Bagi para pihak yang berkepentingan beserta para ahli warisnya ataupun bagi orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, suatu akta otentik memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya.
1871. Akan tetapi suatu akta otentik tidak memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya sebagai penuturan belaka, kecuali bila yang dituturkan itu mempunyai hubungan langsung dengan pokok isi akta.
Jika apa yang termuat dalam akta itu hanya merupakan suatu penuturan belaka yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan pokok isi akta, maka hal itu hanya dapat digunakan sebagai permulaan pembuktian dengan tulisan.
1872. Jika suatu akta otentik, dalam bentuk apa pun, diduga palsu, maka pelaksanaannya dapat ditangguhkan menurut ketentuan-ketentuan Reglemen Acara Perdata.
1873. Persetujuan lebih lanjut dalam suatu akta tersendiri, yang bertentangan dengan akta asli hanya memberikan bukti di antara pihak yang turut serta dan para ahli warisnya atau orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, dan tidak dapat berlaku terhadap pihak ketiga.
1874. Yang dianggap sebagai tulisan di bawah tangan adalah akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan yang lain yang dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum.
Dengan penandatanganan sebuah tulisan di bawah tangan disamakan pembubuhan suatu cap jempol dengan suatu pernyataan yang bertanggal dari seorang Notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk undang-undang yang menyatakan bahwa pembubuh cap jempol itu dikenal olehnya atau telah diperkenalkan kepadanya, bahwa si akta telah dijelaskan kepada orang itu, dan bahwa setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan pada tulisan tersebut di hadapan pejabat yang bersangkutan.
Pegawai ini harus membuktikan tulisan tersebut.
Dengan undang-undang dapat diadakan aturan-aturan lebih lanjut tentang pernyataan dan pembukuan termaksud.
1874 a. Jika pihak yang berkepentingan menghendaki, di luar hal termaksud dalam alinea kedua pasal yang lalu, pada tulisan-tulisan di bawah tangan yang ditandatangani, dapat juga diberi suatu pernyataan dari seorang Notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk undang-undang, yang menyatakan bahwa si penanda tangan tersebut dikenalnya atau telah diperkenalkan kepadanya, bahwa isi akta telah dijelaskan kepada si penanda tangan, dan bahwa setelah itu penandatanganan dilakukan di hadapan pejabat tersebut.
Dalam hal ini berlaku ketentuan alinea ketiga dan keempat dan pasal yang lalu.
1875. Suatu tulisan di bawah tangan yang diakui kebenarannya oleh orang yang dihadapkan kepadanya atau secara hukum dianggap telah dibenarkan olehnya, menimbulkan bukti lengkap seperti suatu akta otentik bagi orang-orang yang menandatanganinya, ahli warisnya serta orang-orang yang mendapat hak dari mereka; ketentuan Pasal 1871 berlaku terhadap tulisan itu.
1876. Barangsiapa dihadapi dengan suatu tulisan di bawah tangan oleh orang yang mengajukan tuntutan terhadapnya, wajib mengakui atau memungkiri tanda tangannya secara tegas, tetapi bagi para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak darinya, cukuplah mereka menerangkan bahwa mereka tidak mengakui tulisan atau tanda tangan itu sebagai tulisan atau tanda tangan orang yang mereka wakili.
1877. Jika seseorang memungkiri tulisan atau tanda tangannya, ataupun jika para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak daripadanya tidak mengakuinya, maka Hakim harus memerintahkan supaya kebenaran tulisan atau tanda tangan tersebut diperiksa di muka Pengadilan.
1878. Perikatan utang sepihak di bawah tangan untuk membayar sejumlah uang tunai atau memberikan barang yang dapat dinilai dengan suatu harga tertentu, harus ditulis seluruhnya dengan tangan si penanda tangan sendiri; setidak-tidaknya, selain tanda tangan, haruslah ditulis dengan tangan si penanda tangan sendiri suatu tanda setuju yang menyebut jumlah uang atau banyaknya barang yang terutang.
Jika hal ini tidak diindahkan, maka bila perikatan dipungkiri, akta yang ditandatangani itu hanya dapat diterima sebagai suatu permulaan pembuktian dengan tulisan.
Ketentuan-ketentuan pasal ini tidak berlaku terhadap surat-surat andil dalam suatu utang obligasi, terhadap perikatan-perikatan utang yang dibuat oleh debitur dalam menjalankan perusahaannya, dan terhadap akta-akta di bawah tangan yang dibubuhi keterangan sebagaimana termaksud dalam Pasal 1874 alinea kedua dan Pasal 1874 a.
1879. Jika jumlah yang disebutkan dalam akta berbeda dari jumlah yang dinyatakan dalam tanda setuju, maka perikatan itu dianggap telah dibuat untuk jumlah yang paling kecil, walaupun akta beserta tanda setuju itu ditulis sendiri dengan tangan orang yang mengingatkan diri, kecuali bila dapat dibuktikan, dalam bagian mana dari keduanya telah terjadi kekeliruan.
1880. Akta di bawah tangan, sejauh tidak dibubuhi pernyataan sebagaimana termaksud dalam pasal 1874 alinea kedua dan dalam Pasal 1874 a, tidak mempunyai kekuatan terhadap pihak ketiga kecuali sejak hari dibubuhi pernyataan oleh seorang Notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk oleh undang-undang dan dibukukan menurut aturan undang-undang atau sejak hari meninggalnya si penanda tangan atau salah seorang penanda tangan; atau sejak hari dibuktikannya adanya akta di bawah tangan itu dari akta-akta yang dibuat oleh pejabat umum; atau sejak hari diakuinya akta di bawah tangan itu secara tertulis oleh pihak ketiga yang dihadapi akta itu.
1881. Daftar dan surat-surat urusan rumah tangga tidak memberikan bukti untuk keuntungan pembuatnya; daftar dan surat itu merupakan bukti terhadap pembuatnya:
1. dalam hal surat itu menyebutkan dengan tegas suatu pembayaran yang telah diterima;
2. bila surat-surat itu dengan tegas menyebutkan bahwa catatan yang telah dibuat adalah untuk memperbaiki suatu kekurangan dalam suatu alas hak untuk kepentingan orang yang disebutkan dalam perikatan.
Dalam segala hal lainnya, Hakim akan memperhatikannya sepanjang hal itu dianggap perlu.
1882. Dihapus dengan S. 1827-146.
1883. Selama di tangan seorang kreditur, catatan-catatan yang dibubuhkan pada suatu tanda alas hak harus dipercayai, walaupun catatan-catatan itu tidak ditandatangani dan tidak diberi tanggal, bila apa yang tertulis itu merupakan suatu pembebasan terhadap debitur.
Demikian pula catatan-catatan yang oleh seorang kreditur dibubuhkan pada salinan suatu tanda alas hak atau suatu tanda pembayaran, asalkan salinan atau tanda pembayaran ini masih di tangan kreditur.
1884. Atas biaya sendiri, pemilik suatu tanda alas hak dapat mengajukan permintaan agar tanda alas hak itu diperbarui bila karena lamanya atau suatu alasan lain tulisannya tidak dapat dibaca lagi.
1885. Jika suatu tanda alas hak menjadi kepunyaan bersama beberapa orang, maka masing-masing berhak menuntut supaya tanda alas hak itu disimpan di tempat netral, dan berhak menyuluh membuat suatu salinan atau ikhtisar atas biayanya.
1886. Pada setiap tingkat perkara, masing-masing pihak dapat meminta kepada Hakim, supaya pihak lawannya diperintahkan menyerahkan surat-surat kepunyaan kedua belah pihak yang menyangkut hal yang sedang dipersengketakan dan berada di tangan pihak lawan.
1887. Tongkat-tongkat berkelar yang sesuai dengan pasangannya, jika digunakan di antara orang-orang yang biasa menggunakannya untuk membuktikan penyerahan atau penerimaan barang dalam jual beli secara kecil-kecilan.
1888. Kekuatan pembuktian dengan suatu tulisan terletak pada akta aslinya. Bila akta yang asli ada, maka salinan serta kutipan hanyalah dapat dipercaya sepanjang salinan serta kutipan itu sesuai dengan aslinya yang senantiasa dapat diperintahkan untuk ditunjukkan.
1889. Bila tanda alas hak yang asli yang sudah tidak ada lagi, maka salinannya memberikan bukti, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. salinan pertama (gross) memberikan bukti yang sama dengan akta asli; demikian pula halnya salinan yang dibuat atas perintah Hakim di hadapan kedua belah pihak atau setelah kedua pihak ini dipanggil secara sah sebagaimana juga yang salinan dibuat di hadapan kedua belah pihak dengan persetujuan mereka;
2. salinan yang dibuat sesudah pengeluaran salinan pertama tanpa perantaraan Hakim atau tanpa persetujuan kedua belah pihak entah oleh Notaris yang di hadapannya akta itu dibuat, atau oleh seorang penggantinya ataupun oleh pegawai yang karena jabatannya menyimpan akta asli (minut) dan berwenang untuk memberikan salinan-salinan, dapat diterima Hakim sebagai bukti sempurna bila akta asli telah hilang;
3. bila salinan yang dibuat menurut akta asli itu tidak dibuat oleh Notaris yang dihadapannya akta itu telah dibuat, atau oleh seorang penggantinya, atau oleh pegawai umum yang karena jabatannya menyimpan akta asli, maka salinan itu sama sekali tidak dapat dipakai sebagai bukti, melainkan hanya sebagai bukti permulaan tertulis;
4. salinan otentik dari salinan otentik atau dari akta di bawah tangan, menurut keadaan, dapat memberikan suatu bukti permulaan tertulis.
1890. Penyalinan suatu akta dalam daftar umum hanya dapat memberikan bukti permulaan tertulis.
1891. Akta pengakuan membebaskan seseorang dari kewajiban untuk menunjukkan tanda alas hak yang asli, asal dari akta itu cukup jelas isi alas hak tersebut.
1892. Suatu akta yang menetapkan atau menguatkan suatu perikatan yang terhadapnya dapat diajukan tuntutan untuk pembatalan atau penghapusan berdasarkan undang-undang, hanya mempunyai kekuatan hukum bila akta itu memuat isi pokok perikatan tersebut, alasan-alasan yang menyebabkan dapat dituntut pembatalannya, dan maksud untuk memperbaiki cacat-cacat yang sedianya dapat menjadi dasar tuntutan itu.
Jika tidak ada akta penetapan atau penguatan, maka cukuplah perikatan itu dilaksanakan secara sukarela, setelah saat perikatan itu sedianya dapat ditetapkan atau dikuatkan secara sah.
Pembenaran, penguatan atau pelaksanaan suatu perikatan secara sukarela dalam bentuk daripada saat yang diharuskan oleh undang-undang, dianggap sebagai suatu pelepasan upaya pembuktian serta tangkisan-tangkisan (eksepsi) yang sedianya dapat diajukan terhadap akta itu; namun hal itu tidak mengurangi hak-hak pihak ketiga.
1893. Seorang pemberi hibah tidak dapat menghapuskan suatu cacat-cacat bentuk penghibah itu dengan membuat suatu akta pembenaran; penghibahan itu, agar sah, harus diulangi dalam bentuk yang ditentuakan oleh undang-undang.
1894. Pembenaran, penguatan atau pelaksanaan secara sukarela suatu penghibahan oleh ahli waris atau oleh mereka yang mendapatkan hak dari pemberi hibah setelah pemberi hibah ini meninggal, menghapuskan hak mereka untuk mengajukan tuntutan berdasarkan cacat dari bentuk penghibahan itu.

Bab III - Tentang pembuktian dengan saksi-saksi
1895. Pembuktian dengan saksi-saksi diperkenankan dalam segala hal yang tidak dikecualikan oleh undang-undang.
1896-1901. Dihapus dengan S. 1938-276.
1902. Dalam hal undang-undang memerintahkan pembuktian dengan tulisan, diperkenankan pembuktian dengan saksi, bila ada suatu bukti permulaan tertulis, kecuali jika tiap pembuktian tidak diperkenankan selain dengan tulisan.
Yang dinamakan bukti permulaan tertulis ialah segala akta tertulis yang berasal dari orang yang terhadapnya suatu tuntutan diajukan atau dari orang yang diwakili olehnya, dan yang kiranya membenarkan adanya peristiwa hukum yang diajukan oleh seseorang sebagai dasar tuntutan itu.
1903. Dihapus dengan S. 1938- 276.
1904. Dalam pembuktian dengan saksi-saksi, harus diindahkan ketentuan-ketentuan berikut.
1905. Keterangan seorang saksi saja tanpa alat pembuktian lain, dalam Pengadilan tidak boleh dipercaya.
1906. Jika kesaksian-kesaksian berbagai orang mengenai berbagai peristiwa terlepas satu sama lain, dan masing-masing berdiri sendiri, namun menguatkan suatu peristiwa tertentu karena mempunyai kesesuaian dan hubungan satu sama lain, maka Hakim, menurut keadaan, bebas untuk memberikan kekuatan pembuktian kepada kesaksian-kesaksian yang berdiri sendiri itu.
1907. Tiap kesaksian harus disertai keterangan tentang bagaimana saksi mengetahui kesaksiannya.
Pendapat maupun dugaan khusus, yang diperoleh dengan memakai pikiran, bukanlah suatu kesaksian.
1908. Dalam mempertimbangkan suatu kesaksian, Hakim harus memberikan perhatian khusus; pada kesesuaian kesaksian-kesaksian satu sama lain; pada persamaan antara kesaksian-kesaksian dan apa yang diketahui dari sumber lain tentang pokok perkara; pada alasan-alasan yang kiranya telah mendorong para saksi untuk menerangkan duduknya perkara secara begini atau secara begitu; pada peri kehidupan, kesusilaan dan kedudukan para saksi; dan umumnya, ada apa saja yang mungkin ada pengaruhnya terhadap dapat tidaknya para saksi itu dipercaya.
1909. Semua orang yang cakap untuk menjadi saksi, wajib memberikan kesaksian di muka Hakim.
Namun dapatlah meminta dibebaskan dari kewajiban memberikan kesaksian;
1.siapa saja yang mempunyai pertalian keluarga sedarah dalam garis ke samping derajat kedua atau keluarga semenda dengan salah satu pihak:
2. siapa saja yang mempunyai pertalian darah dalam garis lurus tak terbatas dan dalam garis ke samping dalam derajat kedua dengan suami atau isteri salah satu pihak;
3. siapa saja yang karena kedudukannya, pekerjaannya atau jabatannya diwajibkan undang-undang untuk merahasiakan sesuatu, namun hanya mengenai hal-hal yang dipercayakan kepadanya karena kedudukan, pekerjaan dan jabatannya itu.
1910. Anggota keluarga sedarah dan semenda salah satu pihak dalam garis lurus, diangap tidak cakap untuk menjadi saksi; begitu pula suami atau isterinya, sekalipun setelah perceraian.
Namun demikian anggota keluarga sedarah dan semenda cakap untuk menjadi saksi:
1. dalam perkara mengenai kedudukan keperdataan salah satu pihak;
2. dalam perkara mengenai nafkah yang harus dibayar menurut Buku Kesatu, termasuk biaya pemeliharaan dan pendidikan seorang anak belum dewasa;
3. dalam suatu pemeriksaan mengenai alasan-alasan yang dapat menyebabkan pembasan atau pemecatan dari kekuasaan orangtua atau perwalian;
4. dalam perkara mengenai suatu perjanjian kerja.
Dalam perkara-perkara ini, mereka yang disebutkan dalam Pasal 1909 nomor 1 dan 2, tidak berhak untuk minta dibebaskan dari kewajiban memberikan kesaksian.
1911. Tiap saksi wajib bersumpah menurut agamanya, atau berjanji akan menerangkan apa yang sebenarnya.
1912. Orang yang belum genap lima belas tahun, orang yang berada di bawah pengampuan karena dungu, gila atau mata gelap, atau orang yang atas perintah Hakim telah dimasukkan dalam tahanan selama perkara diperiksa Pengadilan tidak dapat diterima sebagai saksi.
Hakim boleh mendengar anak yang belum dewasa atau orang yang berada di bawah pengampuan yang kadang-kadang dapat berpikir saat itu tanpa suatu penyumpahan, tetapi keterangan mereka hanya dapat dianggap sebagai penjelasan.
Juga Hakim tidak boleh mempercayai apa yang menurut orang tak cakap itu telah didengarnya, dilihatnya. dihadirinya dan dialaminya, biarpun itu semua disertai keterangan tentang bagaimana ia mengetahuinya; Hakim hanya boleh menggunakannya untuk mengetahui dan mendapatkan petunjuk-petunjuk ke arah peristiwa-peristiwa yang dapat dibuktikan lebih lanjut dengan upaya pembuktian biasa.
1913. Dihapus dengan S. 1925 - 625.
1914. Dihapus dengan S. 1926 - 570.

Bab IV - Tentang persangkaan
1915. Persangkaan ialah kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh Hakim ditarik dari suatu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum.
Ada dua persangkaan yaitu persangkaan yang berdasarkan undang-undang dan persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang.
1916. Persangkaan yang berdasarkan undang-undang ialah persangkaan yang dihubungkan dengan perbuatan tertentu atau peristiwa tertentu berdasarkan ketentuan undang-undang.
Persangkaan semacam itu antara lain adalah;
1.perbuatan yang dinyatakan batal oleh undang-undang, karena perbuatan itu semata-mata berdasarkan dari sifat dan wujudnya, dianggap telah dilakukan untuk menghindari suatu ketentuan undang-undang;
2.pernyataan undang-undang yang menyimpulkan adanya hak milik atau pembebasan utang dari keadaan tertentu;
3.kekuatan yang diberikan oleh undang-undang kepada suatu putusan Hakim yang memperoleh kekuatan hukum yang pasti;
4 kekuatan yang diberikan oleh undang-undang kepada pengakuan atau kepada sumpah salah satu pihak.
1917. Kekuatan suatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti hanya mengenai pokok perkara yang bersangkutan.
Untuk dapat menggunakan kekuatan itu, soal yang dituntut harus sama; tuntutan harus didasarkan pada alasan yang sama; dan harus diajukan oleh pihak yang sama dan terhadap pihak-pihak yang sama dalam hubungan yang sama pula.
1918. Suatu putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti, yang menyatakan hukuman kepada seseorang yang karena suatu kejahatan atau pelanggaran dalam suatu perkara perdata, dapat diterima sebagai suatu bukti tentang perbuatan yang telah dilakukan, kecuali jika dapat dibuktikan sebaliknya.
1919. Jika seseorang telah dibebaskan dari tuduhan melakukan kejahatan atau pelanggaran terhadapnya, maka pembebasan tersebut tidak dapat diajukan sebagai perkara perdata ke Pengadilan untuk menangkis tuntutan ganti rugi.
1920. Putusan Hakim mengenai kedudukan hukum seseorang, yang dijatuhkan terhadap orang yang menurut undang-undang berwenang untuk membantah tuntutan itu, berlaku terhadap siapa pun.
1921. Suatu persangkaan menurut undang-undang, membebaskan orang yang diuntungkan persangkaan itu dari segala pembuktian lebih lanjut.
Terhadap suatu persangkaan menurut undang-undang, tidak boleh diadakan pembuktian, bila berdasarkan persangkaan itu undang-undang menyatakan batalnya perbuatan-perbuatan tertentu atau menolak diajukannya suatu gugatan ke muka Pengadilan, kecuali bila undang-undang memperbolehkan pembuktian sebaliknya, tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan mengenai sumpah di hadapan Hakim.
1922. Persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang sendiri diserahkan kepada pertimbangan dan kewaspadaan Hakim, yang dalam hal ini tidak boleh memperhatikan persangkaan-persangkaan yang lain. Persangkaan-persangkaan yang demikian hanya boleh diperhatikan, bila undang-undang mengizinkan pembuktian dengan saksi-saksi, begitu pula bila terhadap suatu perbuatan atau suatu akta diajukan suatu bantahan dengan alasan-alasan adanya itikad buruk atau penipuan.

Bab V - Tentang pengakuan
1923. Pengakuan yang dikemukakan terhadap suatu pihak, ada yang diberikan dalam sidang Pengadilan dan ada yang diberikan di luar sidang Pengadilan.
1924. Suatu pengakuan tidak boleh dipisah-pisahkan sehingga merugikan orang yang memberikannya.
Akan tetapi Hakim berwenang untuk memisah-misahkan pengakuan itu, bila pengakuan itu diberikan oleh debitur dengan mengemukakan peristiwa-peristiwa yang ternyata palsu untuk membebaskan dirinya.
1925. Pengakuan yang diberikan di hadapan Hakim, merupakan suatu bukti yang sempurna terhadap orang yang telah memberikannya, baik sendiri maupun dengan perantaraan seseorang yang diberi kuasa khusus untuk itu.
1926. Suatu pengakuan yang diberikan dihadapan Hakim tidak dapat dicabut kecuali bila dibuktikan bahwa pengakuan itu diberikan akibat suatu kekeliruan mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Dengan alasan terselubung yang didasarkan atas kekeliruan-kekeliruan dalam menerapkan hukum, pengakuan tidak dapat dicabut.
1927. Suatu pengakuan lisan yang diberikan di luar sidang pengadilan tidak dapat digunakan untuk pembuktian, kecuali dalam hal pembuktian dengan saksi-saksi diizinkan.
1928. Dalam hal yang disebut pada penutup pasal yang lalu, Hakimlah yang menentukan kekuatan mana yang akan diberikan kepada suatu pengakuan lisan yang dikemukakan di luar sidang pengadilan.

Bab VI - Tentang sumpah di hadapan hakim
1929. Ada dua macam sumpah dihadapan Hakim:
1.      Sumpah yang diperintahkan ileh pihak yang satu kepada pihak yang lain untuk pemutusan suatu perkara; sumpah itu disebut sumpah pemutus;
2.      umpah yang diperintahkan oleh Hakim karena jabatan kepada salah satu pihak.
1930. Sumpah pemutus daapat diperintahkan dalam persengketaan apa pun juga, kecuali dalam hal kedua belah pihak tidak mengadakan suatu perdamaian atau dalam hal pengakuan mereka tidak boleh diperhatikan.
Sumpah pemutus dapat diperintahkan pada setiap tingkatan perkara, bahkan dalam hal tidak ada upaya pembuktian apa pun untuk membuktikan tuntutan atau tangkisan yang memerlukan pengambilan sumpah itu.
1931. Sumpah itu hanya dapat diperintahkan untuk suatu perbuatan yang telah dilakukan sendiri oleh orang yang menggantungkan perkara pada sumpah itu.
1932. Barang siapa diperintahkan mengangkat sumpah tetapi enggan mengangkatnya dan enggan mengembalikannya, dan barang siapa memerintahkan pengangkatan sumpah dan enggan mengangkatnya setelah sum pah itu dikembalikan kepadanya, harus dikalahkan dalam tuntutan atau tangkisannya.
1933. bila perbuatan yang harus dikuatkan dengan sumpah itu bukan perbuatan kedua belah pihak, melainkan hanya perbuatan pihak yang menggantungkan pemutusan perkara pada sumpah itu, maka sumpah tidak dapat dikembalikan.
1934. Tiada sumpah yang dapat diperintahkan, dikembalikan atau diterima, selain oleh pihak yang berperkara sendiri atau oleh orang yang diberi kuasa khusus untuk itu.
1935. Barang siapa telah memerintahkan atua mengembalikan sumpah, tidak dapat mengembalikan perbuatannya itu, jika pihak lawan sudah mengatakannya bersedia mengangkatnya.
1936. Bila sumpah pemutus telah diangkatnya, entah oleh pihak yang diperintahkan mengangkat sumpah itu, atau oleh pihak yang kepadanya dikembalikan sumpah itu, maka pihak lawan tidak boleh membuktikan kepalsuan sumpah itu.
1937. Sumpah tidak memberikan bukti selain untuk keuntungan atau untuk kerugian orang yang telah memerintahkan atau mengembalikannya, serta para ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka.
1938. Namun demikian, dalam suatu perikatan tanggung-menanggung, seorang debitur yang diperintahkan bersumpah oleh salah seorang kreditur dan mengangkat sumpahnya, hanya dibebaskan untuk jumlah yang tidak lebih daripada begian kreditur tersebut. Sumpah yang diangkat oleh debitur utama, membebaskan para penanggung utang.
1939. Sumpah yang diangkat oleh salah seorang debitur utama menguntungkan orang-orang yang turut berutang, sedangkan sumpah yang diangkat oleh penanggung utang menguntungkan debitur utama, jika dalam kedua hal tersebut sumpah itu telah diperintahkan atau dikembalikan, tetapi hanya mengenai utang itu sendiri, dan bukan mengenai pokok perikatan tanggung-menanggung atau penanggungnya.
1940. Hakim, karena jabatannya, dapat memerintahkan salah satu pihak yang berperkara untuk mengangkat sumpah, supaya dengan sumpah itu dapat diputuskan perkara itu atau dapat ditentukan jumlah uang yang dikabulkan.
1941. Ia dapat berbuat demikian, hanya dalam dua hal:
1.      Jika tuntutan maupun tangkisan itu tidak terbukti dengan sempurna;
2.      Jika tuntutan maupun tangkisan itu tidak sama sekali tak dapat dibuktikan.
1942. Sumpah untuk menetapkan harga barang yang dituntut tidak dapat diperintahkan oleh Hakim kepada penggugat, kecuali bila harga itu tidak dapat ditentukan dengan cara apapun juga selain dengan sumpah.
Bahkan dalam hal yang demikian Hakim harus menetapkan sampai sejauhmana penggugat dapat dipercaya berdasarkan sumpahnya.
1943. Sumpah yang diperintahkan Hakim kepada salah satu pihak yang berperkara, tak dapat dikembalikan oleh pihak ini kepada pihak lawannya.
1944. Sumpah harus diangkat dihadapan Hakim yang memeriksa perkaranya. Jika ada suatu halangan yang sah yang menyebabkan hal ini tidak dapat dilaksanakan, maka majelis Pengadilan dapat mengusahakan salah seorang Hakim anggotanya agar pergi kerumah atau tempat kediaman orang yang harus mengangkat sumpah untuk mengambil sumpahnya.
Jika dalam hal demikian itu rumah atau tempat kediaman itu terlalu jauh atau terletak diluar daerah hukum majelis Pengadilan itu, maka majelis ini dapat memerintahkan pengambilan sumpah kepada Hakim atau kepada pemerintah daerah yang didaerah hukumnya terletak rumah atau tempat orang yang diwajibkan mengangkat sumpah.
1945. Jika sumpah harus diangkat sendiri.
Jika ada alasan-alasan penting, Hakim boleh mengijinkan pihak yang berperkara untuk mengangkat sumpahnya dengan perantara seseorang yang diberikan kuasa khusus untuk itu dengan suatu akta otentik.
dalam hal demikian, surat kuasa itu harus memuat sumpah yang harus diucapkan itu secara lengkap dan tepat.
Tidak sumpah yang boleh diangkat tanpa kehadiran pihak lawan atau sebelum pihak lawan ini dipanggil secara sah.

Bab VII - Tentang kedaluwarsa pada umumnya
1946. Lewat waktu ialah suatu sarana hukum untuk memperoleh sesuatu atau suatu alasan untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu tertentu dan dengan terpenuhinya syarat-syarat yang ditentukan dalam undang-undang.
1947. Seseorang tidak boleh melepaskan lewat waktu sebelum tiba waktunya tetapi boleh melepaskan suatu lewat waktu yang telah diperolehnya.
1948. Pelepasan lewat waktu dapat dilakukan secara tegas atau secara diam-diam. Pelepasan secara diam-diam disimpulkan dari suatu perbuatan yang menimbulkan dugaan bahwa seseorang tidak hendak menggunakan suatu hak yang telah diperolehnya.
1949. Barangsiapa tidak diperbolehkan memindahtangankan sesuatu, juga tidak boleh melepaskan lewat waktu diperolehnya.
1950. Hakim, karena jabatannya, tidak boleh mempergunakan lewat waktu.
1951. Pada setiap tingkat pemeriksaan perkara, dapat diajukan adanya lewat waktu, bahkan pada tingkat banding pun.
1952. Kreditur atau orang lain yang berkepentingan dapat melawan pelepasan lewat waktu yang dilakukan oleh debitur yang secara curang bermaksud mengurangi hak kreditur atau orang yang lain tersebut.
1953. Seseorang tidak dapat menggunakan lewat waktu untuk memperoleh hak milik atas barang-barang yang tidak beredar dalam perdagangan.
1954. Pemerintah yang mewakili negara, Kepala Pemerintahan Daerah yang bertindak dalam jabatannya, dan lembaga-lembaga umum, tunduk pada lewat waktu sama seperti orang perseorangan, dan dapat menggunakannya dengan cara yang sama.
1955. Untuk memperoleh hak milik atas sesuatu dengan upaya lewat waktu, seseorang harus bertindak sebagai pemilik sesuai itu dengan menguasainya secara terus-menerus dan tidak terputus- putus, secara terbuka di hadapan umum dan secara tegas.
1956. Perbuatan memaksa, perbuatan sewenang-wenang atau perbuatan membiarkan begitu saja, tidaklah menimbulkan suatu besit yang dapat membuahkan lewat waktu.
1957. Seseorang yang sekarang menguasai suatu barang, yang membuktikan bahwa ia menguasai sejak dulu, dianggap juga telah menguasainya selama selang waktu antara dulu dan sekarang, tanpa mengurangi pembuktian hal yang sebaliknya.
1958. Untuk memenuhi waktu yang diperlukan untuk lewat waktu, dapatlah seseorang menambah waktu selama ia berkuasa dengan waktu selama berkuasanya orang yang lebih dahulu berkuasa dari siapa ia telah memperoleh barangnya, tak peduli bagaimana ia menggantikan orang itu, baik dengan alas hak umum maupun dengan alas hak khusus, baik dengan cuma-cuma maupun atas beban.
1959. Orang yang menguasai suatu barang untuk orang lain, begitu pula ahli warisnya, sekali-kali tidak dapat memperoleh sesuatu dengan jalan lewat waktu, berapa lama pun waktu yang telah lewat.
Demikian pula seorang penyewa, seorang penyimpan, seorang penikmat hasil, dan semua orang lain yang memegang suatu barang berdasarkan suatu persetujuan dengan pemiliknya, tak dapat memperoleh barang itu
1960. Mereka yang disebutkan dalam pasal yang lalu dapat memperoleh hak milik dengan jalan lewat waktu, jika alas hak besit mereka telah berganti, baik karena suatu sebab yang berasal dari pihak ketiga, maupun karena pembantahan yang mereka lakukan terhadap hak milik.
1961. Mereka yang telah menerima suatu barang, yang diserahkan dengan alas hak yang dapat memindahkan hak milik oleh penyewa, penyimpan dan orang-orang lain yang menguasai barang itu berdasarkan suatu persetujuan dengan pemiliknya, dapat memperoleh barang tersebut dengan jalan lewat waktu.
1962. Lewat waktu dihitung menurut hari, bukan menurut jam.
Lewat waktu itu diperoleh bila hari terakhir dari jangka waktu yang diperlukan telah lewat.

BAGIAN 2
Lewat Waktu Sebagai Suatu Sarana Hukum untuk Memperoleh Sesuatu
1963. Seseorang yang dengan itikad baik memperoleh suatu barang tak bergerak, suatu bunga, atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk dengan suatu besit selama dua puluh tahun, memperoleh hak milik atasnya dengan jalan lewat waktu.
Seseorang yang dengan itikad baik menguasai sesuatu selama tiga puluh tahun memperoleh hak milik tanpa dapat dipaksa untuk menunjukkan alas haknya.
1964. Suatu tanda alas hak yang batal karena suatu cacat dalam bentuknya tidak dapat digunakan sebagai dasar suatu lewat waktu selama dua puluh tahun.
1965. Itikad baik harus selalu dianggap ada, dan barangsiapa mengajukan tuntutan atas dasar itikad buruk, wajib membuktikannya.
1966. Cukuplah bila pada waktu memperoleh sesuatu itu itikad baik itu sudah ada.

BAGIAN 3
Lewat Waktu Sebagai Suatu Alasan untuk Dibebaskan dari Suatu Kewajiban

1967. Semua tuntuan hukum, baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perorangan, hapus karena lewat waktu dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, sedangkan orang yang menunjuk adanya lewat waktu itu, tidak usah menunjukkan suatu alas hak, dan terhadapnya tak dapat diajukan suatu tangkisan yang didasarkan pada itikad buruk.
1968. Tuntutan para ahli dan pengajar dalam bidang kebudayaan dan ilmu pengetahuan, untuk pelajaran yang mereka berikan dalam tiap-tiap bulan atau waktu yang lebih pendek;
tuntutan para penguasa rumah penginapan dan rumah makan, untuk pemberian penginapan serta makanan;
tuntutan para buruh yang upahnya harus dibayar dalam bentuk uang tiap-tiap kali setelah lewat waktu yang kurang dari satu triwulan, untuk mendapat pembayaran upah mereka serta jumlah kenaikan upah itu menurut Pasal 1602q;
semua tuntutan ini lewat waktu dengan lewatnya waktu satu tahun.
1969. Tuntutan para dokter dan ahli obat-obatan, untuk kunjungan dalam memberikan pelayanan kesehatan, perawatan dan pemberian obat-obatan;
tuntutan para juru sita, untuk upah mereka dalam memberitahukan akta-akta dan melaksanakan tugas yang diperintahkan kepada mereka;
tuntutan para pengelola sekolah berasrama, untuk uang makan dan pengajaran bagi muridnya, begitu pula tuntutan pengajar-pengajar lainnya untuk pengajaran yang mereka berikan;
tuntutan pada buruh, kecuali mereka yang dimaksudkan dalam Pasal 1968, untuk pembayaran upah mereka serta jumlah kenaikan upah itu menurut Pasal 1602 q;
semuanya lewat waktu dengan lewatnya waktu dua tahun.
1970. Tuntutan para advokat untuk pembayaran jasa mereka dan tuntutan para pengacara untuk pembayaran persekot dan upah mereka, hapus karena lewat waktu dengan lewatnya waktu dengan lewatnya waktu dua tahun, terhitung sejak hari diputusnya perkara, hari tercapainya perdamaian antara pihak-pihak yang berperkara, atau hari dicabutnya kuasa pengacara itu.
Dalam hal perkara yang tidak selesai, tak dapatlah mereka menuntut pembayaran persekot dan jasa yang telah ditunggak lebih dari sepuluh tahun.
Tuntutan para Notaris untuk pembayaran persekot dan upah mereka, lewat waktu juga dengan lewatnya waktu dua tahun, terhitung sejak hari dibuatnya akta yang bersangkutan.
1971. Tuntutan para tukang kayu, tukang batu dan tukang lain untuk pembayaran bahan-bahan yang mereka berikan dan upah-upah mereka;
tuntutan para pengusaha toko untuk pembayaran barang-barang yang telah mereka serahkan, sekedar tuntutan ini mengenai pekerjaan dan penyerahan yang tidak mengenai pekerjaan tetap debitur;
semua itu lewat waktu dengan lewatnya waktu lima tahun.
1972. Lewat waktu yang disebutkan dalam keempat pasal yang lalu terjadi, meskipun seseorang terus melakukan penyerahan, memberikan jasa dan menjalankan pekerjaannya.
Lewat waktu itu hanya berhenti berjalan, bila dibuat suatu pengakuan utang tertulis, atau bila lewat waktu dicegah menurut Pasal 1979 dan 1980.
1973. Namun demikian, orang yang kepadanya diajukan lewat waktu yang disebut dalam Pasal 1968, 1969, 1970 dan 1971, dapat menuntut supaya mereka yang menggunakan lewat waktu itu bersumpah bahwa utang mereka benar-benar telah dibayar.
Kepada para janda dan para ahli waris, atau jika mereka yang disebut terakhir ini belum dewasa, kepada para wali mereka, dapat diperintahkan sumpah untuk menerangkan bahwa mereka tidak tahu tentang adanya utang yang demikian.
1974. Para Hakim dan Pengacara tidak bertanggung jawab atas penyerahan surat-surat setelah lewat waktu lima tahun sesudah pemutusan perkara.
Para juru sita dibebaskan dari pertanggungjawaban tentang hak itu setelah lewat waktu dua tahun, terhitung sejak pelaksanaan kuasa atau pemberitahuan akta-akta ditugaskan kepada mereka.
1975. Bunga atas bunga abadi atau bunga cagak hidup;
bunga atas tunjangan tahunan untuk pemeliharaan;
harga sewa rumah dan tanah;
bunga atas utang pinjaman, dan pada umumnya segala sesuatu yang harus dibayar tiap tahun atau tiap waktu tertentu yang lebih pendek;
semua itu lewat waktu setelah lewatnya waktu lima tahun.
1976. Lewat waktu yang diatur dalam Pasal 1968 dan seterusnya dalam bab ini, berlaku bagi anak-anak yang belum dewasa dan orang-orang yang berada di bawah pengampuan; hal ini tidak mengurangi tuntutan mereka akan ganti rugi terhadap para ahli waris atau para pengampu mereka.
1977. Barangsiapa menguasai barang bergerak yang tidak berupa bunga atau piutang yang tidak harus di bayar atas tunjuk, dianggap sebagai pemiliknya sepenuhnya.
Walaupun demikian, barangsiapa kehilangan atau kecurian suatu barang, dalam jangka waktu tiga tahun, terhitung sejak hari barang itu hilang atau dicuri itu dikembalikan pemegangnya, tanpa mengurangi hak orang yang disebut terakhir ini untuk minta ganti rugi kepada orang yang menyerahkan barang itu kepadanya, pula tanpa mengurangi ketentuan Pasal 582.

BAGIAN 4
Sebab-sebab yang Mencegah Lewat Waktu
1978. Lewat waktu dicegah bila pemanfaatan barang itu dirampas selama lebih dari satu tahun dari tangan orang yang menguasainya, baik oleh pemiliknya semula maupun oleh pihak ketiga.
1979. Lewat waktu itu dicegah pula oleh suatu peringatan, suatu gugatan, dan tiap perbuatan-perbuatan berupa tuntutan hukum, masing-masing dengan pemberitahuan dalam bentuk yang telah ditentukan, ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dalam hal itu atas nama pihak yang berhak, dan disampaikan kepada orang yang berhak dicegah memperoleh lewat waktu itu.
1980. Gugatan di muka Hakim yang tidak berkuasa, juga mencegah lewat waktu.
1981. Namun lewat waktu tidak dicegah, bila peringatan atau gugatan dicabut atau dinyatakan batal, entah karena penggugat menggugurkan tuntutannya, entah karena tuntutan itu dinyatakan gugur akibat lewat waktunya.
1982. Pengakuan akan hak seseorang yang terhadapnya lewat waktu berjalan, yang diberikan dengan kata-kata atau dengan perbuatan oleh orang yang menguasainya atau dibitur, juga mencegah lewat waktu.
1983. Pemberitahuan menurut Pasal 1979 kepada salah seorang debitur dalam perikatan tanggung-menanggung, atau pengakuan orang tersebut, mencegah lewat waktu terhadap para debitur lain, bahkan pula terhadap para ahli waris mereka.
Pemberitahuan kepada ahli waris salah seorang debitur dalam perikatan tanggung- menanggung, atau pengakuan ahli waris tersebut, tidaklah mencegah lewat waktu terhadap para ahli waris debitur lainnya, bahkan juga dalam hal suatu utang hipotek, kecuali untuk bagian ahli waris tersebut.
Dengan pemberitahuan atau pengakuan itu maka lewat waktu terhadap para debitur lain tidak dicegah lebih lanjut, kecuali untuk bagian ahli waris tersebut.
Untuk mencegah lewat waktu seluruh utang terhadap para debitur lainnya, perlu ada sesuatu pemberitahuan kepada semua ahli waris atau suatu pengakuan dari semua ahli waris itu.
1984. Pemberitahuan yang dilakukan kepada debitur utama atau pengakuan yang diberikan oleh debitur utama mencegah lewat waktu terhadap penanggung utang.
1985. Pencegahan lewat waktu yang dilakukan oleh salah seorang kreditur dalam suatu perikatan tanggung-menanggung berlaku bagi semua kreditur lainnya.

BAGIAN 5
Sebab-sebab yang Menangguhkan Lewat Waktu
1986. Lewat waktu berlaku terhadap siapa saja, kecuali terhadap mereka yang dikecualikan oleh undang-undang.
1987. Lewat waktu tidak dapat mulai berlaku atau berlangsung terhadap anak-anak yang belum dewasa dan orang-orang yang ada di bawah pengampuan, kecuali dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang.
1988. Lewat waktu tidak dapat terjadi di antara suami istri.
1989. Lewat waktu tidak berlaku terhadap seorang istri selama ia berada dalam status perkawinan:
1. bila tuntutan istri tidak dapat diteruskan, kecuali setelah ia memilih akan menerima persatuan atau akan melepaskannya
2. bila suami, karena menjual barang milik pribadi istri tanpa persetujuannya, harus menanggung penjualan itu, dan tuntutan istri harus ditujukan kepada suami.
1990. Lewat waktu tidak berjalan:
terhadap piutang yang bersyarat, selama syarat ini tidak dipenuhi;
dalam hal suatu perkara untuk menanggung suatu penjualan, selama belum ada putusan untuk menyerahkan barang yang bersangkutan kepada orang lain;
terhadap suatu piutang yang baru dapat ditagih pada hari yang telah ditentukan, selama hari itu belum tiba.
1991. Terhadap seorang ahli waris yang telah menerima suatu warisan dengan hak istimewa untuk membuat pendaftaran harta peninggalan, tidak dapat dikenakan lewat waktu mengenai piutang-piutangnya terhadap harta peninggalan.
Lewat waktu berlaku terhadap suatu warisan yang tak terurus, meskipun tidak ada pengampu warisan itu.
1992. Lewat waktu itu berlaku selama ahli waris masih mengadakan perundingan mengenai warisannya.

KETENTUAN PENUTUP
1993. Lewat waktu yang sudah mulai berjalan sebelum Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini diundangkan, harus diatur menurut undang-undang yang pada saat itu berlaku di Indonesia.
Namun lewat waktu demikian yang menurut perundang-undangan lama masih membutuhkan waktu selama lebih dari tiga puluh tahun, terhitung sejak Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini diundangkan, akan terpenuhi dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun.

Referensi : http://id.wikisource.org/wiki/Kitab_Undang-Undang_Hukum_Perdata/Buku_Keempat

Post a Comment

Budayakan komentar yang sehat, atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.