NAMA : Wiweko
Adityo Pujo P.
NPM : 28210567
KELAS : 2 EB 17
KUH Perdata
Hukum perdata di Indonesia berbasis
pada sumber Staatsblaad nomor 23 tahun 1847 tentang burgerlijk wetboek voor Indonesie atau biasa disingkat menjadi
BW/KUHPer. BW/KUHPer sebenarnya merupakan suatu aturan hukum yang dibuat oleh
pemerintah Hindia Belanda, ditujukan bagi kaum golongan warganegara bukan asli
alias Eropa, Tionghoa dan juga timur asing. Namun demikian berdasarkan kepada
pasal 2 aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945, seluruh peraturan yang
dibuat oleh pemerintah Hindia-Belanda berlaku bagi warga negara Indonesia(azas
konkordasi). Beberapa ketentuan yang terdapat didalam BW pada saat ini telah
diatur secara terpisah/tersendiri oleh berbagai peraturan perundang-undangan.
Misalnya berkaitan tentang tanah, hak tanggungan dan fidusia.
Sistematika Hukum Perdata menurut BW
terdiri atas 4 buku:
1. Buku Kesatu – Mengenai Orang
2. Buku Kedua – Mengenai Benda/Barang
3. Buku Ketiga – Mengenai Perikatan
4. Buku Keempat – Mengenai Pembuktian
dan Daluwarsa
Buku Keempat - Pembuktian dan
Kedaluwarsa
Buku keempat mengatur tentang pembuktian dan daluarsa. Hukum tentang
pembuktian tidak saja diatur dalam hukum acara (HIR) namun juga diatur didalam
Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Didalam buku keempat ini diatur mengenai
prinsip umum tentang pembuktian dan juga mengenai alat-alat bukti (BAB I –
Pembuktian secara umum). Dikenal adanya 5 macam alat bukti yaitu :
a. Surat-surat (Bab II - Pembuktian dalam bentuk tulisan)
b. Kesaksian (Bab III – Pembuktian dengan saksi-saksi)
c. Dugaan (Bab IV - Persangkaan)
d. Pengakuan (Bab V - Pengakuan)
e. Sumpah (Bab VI - Sumpah di hadapan hakim)
Daluarsa (lewat waktu) berkaitan dengan adanya jangka waktu tertentu yang
dapat mengakibatkan seseorang mendapatkan suatu hak milik (acquisitive
verjaring) atau juga karena lewat waktu menyebabkan seseorang dibebaskan dari
suatu penagihan atau tuntutan hukum (inquisitive verjaring). Selain itu diatur
juga
hal-hal mengenai “pelepasan hak” atau “rechtsverwerking” yaitu hilangnya hak bukan karena lewatnya waktu tetapi karena sikap atau tindakan seseorang yang menunjukan bahwa ia sudah tidak akan mempergunakan suatu hak.
hal-hal mengenai “pelepasan hak” atau “rechtsverwerking” yaitu hilangnya hak bukan karena lewatnya waktu tetapi karena sikap atau tindakan seseorang yang menunjukan bahwa ia sudah tidak akan mempergunakan suatu hak.
Bab I - Tentang
pembuktian pada umumnya
1865. Setiap
orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa untuk
meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain, wajib
membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu.
1866. 5 alat pembuktian seperti yang sudah saya sebutkan di atas.
Bab II - Tentang
pembuktian dengan tulisan
1867. Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan
otentik atau dengan tulisan di bawah tangan.
1868. Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat
dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum
yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.
1869. Suatu akta yang tidak dapat diperlakukan sebagai
akta otentik, baik karena tidak berwenang atau tidak cakapnya pejabat umum yang
bersangkutan maupun karena cacat dalam bentuknya, mempunyai kekuatan sebagai
tulisan di bawah tangan bila ditandatangani oleh para pihak.
1870. Bagi para pihak yang berkepentingan beserta para
ahli warisnya ataupun bagi orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, suatu
akta otentik memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di
dalamnya.
1871. Akan tetapi suatu akta otentik tidak memberikan
bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya sebagai penuturan
belaka, kecuali bila yang dituturkan itu mempunyai hubungan langsung dengan
pokok isi akta.
Jika apa yang termuat dalam akta
itu hanya merupakan suatu penuturan belaka yang tidak mempunyai hubungan
langsung dengan pokok isi akta, maka hal itu hanya dapat digunakan sebagai
permulaan pembuktian dengan tulisan.
1872. Jika suatu akta otentik, dalam bentuk apa pun,
diduga palsu, maka pelaksanaannya dapat ditangguhkan menurut
ketentuan-ketentuan Reglemen Acara Perdata.
1873. Persetujuan lebih lanjut dalam suatu akta
tersendiri, yang bertentangan dengan akta asli hanya memberikan bukti di antara
pihak yang turut serta dan para ahli warisnya atau orang-orang yang mendapatkan
hak dari mereka, dan tidak dapat berlaku terhadap pihak ketiga.
1874. Yang dianggap sebagai tulisan di bawah tangan
adalah akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat, daftar, surat urusan
rumah tangga dan tulisan-tulisan yang lain yang dibuat tanpa perantaraan
seorang pejabat umum.
Dengan penandatanganan sebuah
tulisan di bawah tangan disamakan pembubuhan suatu cap jempol dengan suatu
pernyataan yang bertanggal dari seorang Notaris atau seorang pejabat lain yang
ditunjuk undang-undang yang menyatakan bahwa pembubuh cap jempol itu dikenal
olehnya atau telah diperkenalkan kepadanya, bahwa si akta telah dijelaskan
kepada orang itu, dan bahwa setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan pada
tulisan tersebut di hadapan pejabat yang bersangkutan.
Pegawai ini harus membuktikan
tulisan tersebut.
Dengan undang-undang dapat
diadakan aturan-aturan lebih lanjut tentang pernyataan dan pembukuan termaksud.
1874 a. Jika pihak yang berkepentingan menghendaki, di
luar hal termaksud dalam alinea kedua pasal yang lalu, pada tulisan-tulisan di
bawah tangan yang ditandatangani, dapat juga diberi suatu pernyataan dari
seorang Notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk undang-undang, yang
menyatakan bahwa si penanda tangan tersebut dikenalnya atau telah diperkenalkan
kepadanya, bahwa isi akta telah dijelaskan kepada si penanda tangan, dan bahwa
setelah itu penandatanganan dilakukan di hadapan pejabat tersebut.
Dalam hal ini berlaku ketentuan
alinea ketiga dan keempat dan pasal yang lalu.
1875. Suatu tulisan di bawah tangan yang diakui
kebenarannya oleh orang yang dihadapkan kepadanya atau secara hukum dianggap
telah dibenarkan olehnya, menimbulkan bukti lengkap seperti suatu akta otentik
bagi orang-orang yang menandatanganinya, ahli warisnya serta orang-orang yang
mendapat hak dari mereka; ketentuan Pasal 1871 berlaku terhadap tulisan itu.
1876. Barangsiapa dihadapi dengan suatu tulisan di bawah
tangan oleh orang yang mengajukan tuntutan terhadapnya, wajib mengakui atau
memungkiri tanda tangannya secara tegas, tetapi bagi para ahli warisnya atau
orang yang mendapat hak darinya, cukuplah mereka menerangkan bahwa mereka tidak
mengakui tulisan atau tanda tangan itu sebagai tulisan atau tanda tangan orang
yang mereka wakili.
1877. Jika seseorang memungkiri tulisan atau tanda
tangannya, ataupun jika para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak
daripadanya tidak mengakuinya, maka Hakim harus memerintahkan supaya kebenaran
tulisan atau tanda tangan tersebut diperiksa di muka Pengadilan.
1878. Perikatan utang sepihak di bawah tangan untuk
membayar sejumlah uang tunai atau memberikan barang yang dapat dinilai dengan
suatu harga tertentu, harus ditulis seluruhnya dengan tangan si penanda tangan
sendiri; setidak-tidaknya, selain tanda tangan, haruslah ditulis dengan tangan
si penanda tangan sendiri suatu tanda setuju yang menyebut jumlah uang atau
banyaknya barang yang terutang.
Jika hal ini tidak diindahkan,
maka bila perikatan dipungkiri, akta yang ditandatangani itu hanya dapat
diterima sebagai suatu permulaan pembuktian dengan tulisan.
Ketentuan-ketentuan pasal ini
tidak berlaku terhadap surat-surat andil dalam suatu utang obligasi, terhadap
perikatan-perikatan utang yang dibuat oleh debitur dalam menjalankan
perusahaannya, dan terhadap akta-akta di bawah tangan yang dibubuhi keterangan
sebagaimana termaksud dalam Pasal 1874 alinea kedua dan Pasal 1874 a.
1879. Jika jumlah yang disebutkan dalam akta berbeda dari
jumlah yang dinyatakan dalam tanda setuju, maka perikatan itu dianggap telah
dibuat untuk jumlah yang paling kecil, walaupun akta beserta tanda setuju itu
ditulis sendiri dengan tangan orang yang mengingatkan diri, kecuali bila dapat
dibuktikan, dalam bagian mana dari keduanya telah terjadi kekeliruan.
1880. Akta di bawah tangan, sejauh tidak dibubuhi
pernyataan sebagaimana termaksud dalam pasal 1874 alinea kedua dan dalam Pasal
1874 a, tidak mempunyai kekuatan terhadap pihak ketiga kecuali sejak hari
dibubuhi pernyataan oleh seorang Notaris atau seorang pejabat lain yang
ditunjuk oleh undang-undang dan dibukukan menurut aturan undang-undang atau
sejak hari meninggalnya si penanda tangan atau salah seorang penanda tangan;
atau sejak hari dibuktikannya adanya akta di bawah tangan itu dari akta-akta
yang dibuat oleh pejabat umum; atau sejak hari diakuinya akta di bawah tangan
itu secara tertulis oleh pihak ketiga yang dihadapi akta itu.
1881. Daftar dan surat-surat urusan rumah tangga tidak
memberikan bukti untuk keuntungan pembuatnya; daftar dan surat itu merupakan
bukti terhadap pembuatnya:
1. dalam hal surat itu
menyebutkan dengan tegas suatu pembayaran yang telah diterima;
2. bila surat-surat itu dengan
tegas menyebutkan bahwa catatan yang telah dibuat adalah untuk memperbaiki
suatu kekurangan dalam suatu alas hak untuk kepentingan orang yang disebutkan
dalam perikatan.
Dalam segala hal lainnya, Hakim
akan memperhatikannya sepanjang hal itu dianggap perlu.
1882. Dihapus dengan S. 1827-146.
1883. Selama di tangan seorang kreditur, catatan-catatan
yang dibubuhkan pada suatu tanda alas hak harus dipercayai, walaupun
catatan-catatan itu tidak ditandatangani dan tidak diberi tanggal, bila apa
yang tertulis itu merupakan suatu pembebasan terhadap debitur.
Demikian pula catatan-catatan
yang oleh seorang kreditur dibubuhkan pada salinan suatu tanda alas hak atau
suatu tanda pembayaran, asalkan salinan atau tanda pembayaran ini masih di
tangan kreditur.
1884. Atas biaya sendiri, pemilik suatu tanda alas hak
dapat mengajukan permintaan agar tanda alas hak itu diperbarui bila karena
lamanya atau suatu alasan lain tulisannya tidak dapat dibaca lagi.
1885. Jika suatu tanda alas hak menjadi kepunyaan bersama
beberapa orang, maka masing-masing berhak menuntut supaya tanda alas hak itu
disimpan di tempat netral, dan berhak menyuluh membuat suatu salinan atau
ikhtisar atas biayanya.
1886. Pada setiap tingkat perkara, masing-masing pihak
dapat meminta kepada Hakim, supaya pihak lawannya diperintahkan menyerahkan
surat-surat kepunyaan kedua belah pihak yang menyangkut hal yang sedang
dipersengketakan dan berada di tangan pihak lawan.
1887. Tongkat-tongkat berkelar yang sesuai dengan
pasangannya, jika digunakan di antara orang-orang yang biasa menggunakannya
untuk membuktikan penyerahan atau penerimaan barang dalam jual beli secara
kecil-kecilan.
1888. Kekuatan pembuktian dengan suatu tulisan terletak
pada akta aslinya. Bila akta yang asli ada, maka salinan serta kutipan hanyalah
dapat dipercaya sepanjang salinan serta kutipan itu sesuai dengan aslinya yang
senantiasa dapat diperintahkan untuk ditunjukkan.
1889. Bila tanda alas hak yang asli yang sudah tidak ada
lagi, maka salinannya memberikan bukti, dengan ketentuan-ketentuan sebagai
berikut:
1. salinan pertama (gross)
memberikan bukti yang sama dengan akta asli; demikian pula halnya salinan yang
dibuat atas perintah Hakim di hadapan kedua belah pihak atau setelah kedua
pihak ini dipanggil secara sah sebagaimana juga yang salinan dibuat di hadapan
kedua belah pihak dengan persetujuan mereka;
2. salinan yang dibuat sesudah
pengeluaran salinan pertama tanpa perantaraan Hakim atau tanpa persetujuan
kedua belah pihak entah oleh Notaris yang di hadapannya akta itu dibuat, atau
oleh seorang penggantinya ataupun oleh pegawai yang karena jabatannya menyimpan
akta asli (minut) dan berwenang untuk memberikan salinan-salinan, dapat
diterima Hakim sebagai bukti sempurna bila akta asli telah hilang;
3. bila salinan yang dibuat
menurut akta asli itu tidak dibuat oleh Notaris yang dihadapannya akta itu
telah dibuat, atau oleh seorang penggantinya, atau oleh pegawai umum yang
karena jabatannya menyimpan akta asli, maka salinan itu sama sekali tidak dapat
dipakai sebagai bukti, melainkan hanya sebagai bukti permulaan tertulis;
4. salinan otentik dari salinan
otentik atau dari akta di bawah tangan, menurut keadaan, dapat memberikan suatu
bukti permulaan tertulis.
1890. Penyalinan suatu akta dalam daftar umum hanya
dapat memberikan bukti permulaan tertulis.
1891. Akta pengakuan membebaskan seseorang dari kewajiban
untuk menunjukkan tanda alas hak yang asli, asal dari akta itu cukup jelas isi
alas hak tersebut.
1892. Suatu akta yang menetapkan atau menguatkan suatu
perikatan yang terhadapnya dapat diajukan tuntutan untuk pembatalan atau
penghapusan berdasarkan undang-undang, hanya mempunyai kekuatan hukum bila akta
itu memuat isi pokok perikatan tersebut, alasan-alasan yang menyebabkan dapat
dituntut pembatalannya, dan maksud untuk memperbaiki cacat-cacat yang sedianya
dapat menjadi dasar tuntutan itu.
Jika tidak ada akta penetapan
atau penguatan, maka cukuplah perikatan itu dilaksanakan secara sukarela,
setelah saat perikatan itu sedianya dapat ditetapkan atau dikuatkan secara sah.
Pembenaran, penguatan atau
pelaksanaan suatu perikatan secara sukarela dalam bentuk daripada saat yang
diharuskan oleh undang-undang, dianggap sebagai suatu pelepasan upaya
pembuktian serta tangkisan-tangkisan (eksepsi) yang sedianya dapat diajukan
terhadap akta itu; namun hal itu tidak mengurangi hak-hak pihak ketiga.
1893. Seorang pemberi hibah tidak dapat menghapuskan
suatu cacat-cacat bentuk penghibah itu dengan membuat suatu akta pembenaran;
penghibahan itu, agar sah, harus diulangi dalam bentuk yang ditentuakan oleh
undang-undang.
1894. Pembenaran, penguatan atau
pelaksanaan secara sukarela suatu penghibahan oleh ahli waris atau oleh mereka
yang mendapatkan hak dari pemberi hibah setelah pemberi hibah ini meninggal,
menghapuskan hak mereka untuk mengajukan tuntutan berdasarkan cacat dari bentuk
penghibahan itu.
Bab III - Tentang
pembuktian dengan saksi-saksi
1895. Pembuktian dengan saksi-saksi diperkenankan dalam
segala hal yang tidak dikecualikan oleh undang-undang.
1896-1901. Dihapus dengan S.
1938-276.
1902. Dalam hal undang-undang memerintahkan pembuktian
dengan tulisan, diperkenankan pembuktian dengan saksi, bila ada suatu bukti
permulaan tertulis, kecuali jika tiap pembuktian tidak diperkenankan selain
dengan tulisan.
Yang dinamakan bukti permulaan
tertulis ialah segala akta tertulis yang berasal dari orang yang terhadapnya
suatu tuntutan diajukan atau dari orang yang diwakili olehnya, dan yang kiranya
membenarkan adanya peristiwa hukum yang diajukan oleh seseorang sebagai dasar
tuntutan itu.
1903. Dihapus dengan S. 1938- 276.
1904. Dalam pembuktian dengan saksi-saksi, harus
diindahkan ketentuan-ketentuan berikut.
1905. Keterangan seorang saksi saja tanpa alat
pembuktian lain, dalam Pengadilan tidak boleh dipercaya.
1906. Jika kesaksian-kesaksian berbagai orang mengenai
berbagai peristiwa terlepas satu sama lain, dan masing-masing berdiri sendiri,
namun menguatkan suatu peristiwa tertentu karena mempunyai kesesuaian dan
hubungan satu sama lain, maka Hakim, menurut keadaan, bebas untuk memberikan
kekuatan pembuktian kepada kesaksian-kesaksian yang berdiri sendiri itu.
1907. Tiap kesaksian harus disertai keterangan tentang
bagaimana saksi mengetahui kesaksiannya.
Pendapat maupun dugaan khusus,
yang diperoleh dengan memakai pikiran, bukanlah suatu kesaksian.
1908. Dalam mempertimbangkan suatu kesaksian, Hakim
harus memberikan perhatian khusus; pada kesesuaian kesaksian-kesaksian satu
sama lain; pada persamaan antara kesaksian-kesaksian dan apa yang diketahui
dari sumber lain tentang pokok perkara; pada alasan-alasan yang kiranya telah
mendorong para saksi untuk menerangkan duduknya perkara secara begini atau
secara begitu; pada peri kehidupan, kesusilaan dan kedudukan para saksi; dan
umumnya, ada apa saja yang mungkin ada pengaruhnya terhadap dapat tidaknya para
saksi itu dipercaya.
1909. Semua orang yang cakap untuk menjadi saksi, wajib
memberikan kesaksian di muka Hakim.
Namun dapatlah meminta dibebaskan
dari kewajiban memberikan kesaksian;
1.siapa saja yang mempunyai
pertalian keluarga sedarah dalam garis ke samping derajat kedua atau keluarga
semenda dengan salah satu pihak:
2. siapa saja yang mempunyai
pertalian darah dalam garis lurus tak terbatas dan dalam garis ke samping dalam
derajat kedua dengan suami atau isteri salah satu pihak;
3. siapa saja yang karena
kedudukannya, pekerjaannya atau jabatannya diwajibkan undang-undang untuk
merahasiakan sesuatu, namun hanya mengenai hal-hal yang dipercayakan kepadanya
karena kedudukan, pekerjaan dan jabatannya itu.
1910. Anggota keluarga sedarah dan semenda salah satu
pihak dalam garis lurus, diangap tidak cakap untuk menjadi saksi; begitu pula
suami atau isterinya, sekalipun setelah perceraian.
Namun demikian anggota keluarga
sedarah dan semenda cakap untuk menjadi saksi:
1. dalam perkara mengenai
kedudukan keperdataan salah satu pihak;
2. dalam perkara mengenai nafkah
yang harus dibayar menurut Buku Kesatu, termasuk biaya pemeliharaan dan
pendidikan seorang anak belum dewasa;
3. dalam suatu pemeriksaan
mengenai alasan-alasan yang dapat menyebabkan pembasan atau pemecatan dari
kekuasaan orangtua atau perwalian;
4. dalam perkara mengenai suatu
perjanjian kerja.
Dalam perkara-perkara ini, mereka
yang disebutkan dalam Pasal 1909 nomor 1 dan 2, tidak berhak untuk minta
dibebaskan dari kewajiban memberikan kesaksian.
1911. Tiap saksi wajib bersumpah menurut agamanya, atau
berjanji akan menerangkan apa yang sebenarnya.
1912. Orang yang belum genap lima belas tahun, orang
yang berada di bawah pengampuan karena dungu, gila atau mata gelap, atau orang
yang atas perintah Hakim telah dimasukkan dalam tahanan selama perkara
diperiksa Pengadilan tidak dapat diterima sebagai saksi.
Hakim boleh mendengar anak yang
belum dewasa atau orang yang berada di bawah pengampuan yang kadang-kadang
dapat berpikir saat itu tanpa suatu penyumpahan, tetapi keterangan mereka hanya
dapat dianggap sebagai penjelasan.
Juga Hakim tidak boleh
mempercayai apa yang menurut orang tak cakap itu telah didengarnya, dilihatnya.
dihadirinya dan dialaminya, biarpun itu semua disertai keterangan tentang
bagaimana ia mengetahuinya; Hakim hanya boleh menggunakannya untuk mengetahui
dan mendapatkan petunjuk-petunjuk ke arah peristiwa-peristiwa yang dapat
dibuktikan lebih lanjut dengan upaya pembuktian biasa.
1913. Dihapus
dengan S. 1925 - 625.
1914. Dihapus
dengan S. 1926 - 570.
Bab IV - Tentang
persangkaan
1915. Persangkaan ialah kesimpulan yang oleh
undang-undang atau oleh Hakim ditarik dari suatu peristiwa yang diketahui umum
ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum.
Ada dua persangkaan yaitu
persangkaan yang berdasarkan undang-undang dan persangkaan yang tidak
berdasarkan undang-undang.
1916. Persangkaan yang berdasarkan undang-undang ialah
persangkaan yang dihubungkan dengan perbuatan tertentu atau peristiwa tertentu
berdasarkan ketentuan undang-undang.
Persangkaan semacam itu antara
lain adalah;
1.perbuatan yang dinyatakan batal
oleh undang-undang, karena perbuatan itu semata-mata berdasarkan dari sifat dan
wujudnya, dianggap telah dilakukan untuk menghindari suatu ketentuan
undang-undang;
2.pernyataan undang-undang yang
menyimpulkan adanya hak milik atau pembebasan utang dari keadaan tertentu;
3.kekuatan yang diberikan oleh
undang-undang kepada suatu putusan Hakim yang memperoleh kekuatan hukum yang
pasti;
4 kekuatan yang diberikan oleh
undang-undang kepada pengakuan atau kepada sumpah salah satu pihak.
1917. Kekuatan suatu putusan Hakim yang telah memperoleh
kekuatan hukum yang pasti hanya mengenai pokok perkara yang bersangkutan.
Untuk dapat menggunakan kekuatan
itu, soal yang dituntut harus sama; tuntutan harus didasarkan pada alasan yang
sama; dan harus diajukan oleh pihak yang sama dan terhadap pihak-pihak yang
sama dalam hubungan yang sama pula.
1918. Suatu putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan
hukum yang pasti, yang menyatakan hukuman kepada seseorang yang karena suatu
kejahatan atau pelanggaran dalam suatu perkara perdata, dapat diterima sebagai
suatu bukti tentang perbuatan yang telah dilakukan, kecuali jika dapat
dibuktikan sebaliknya.
1919. Jika seseorang telah dibebaskan dari tuduhan
melakukan kejahatan atau pelanggaran terhadapnya, maka pembebasan tersebut
tidak dapat diajukan sebagai perkara perdata ke Pengadilan untuk menangkis
tuntutan ganti rugi.
1920. Putusan Hakim mengenai kedudukan hukum seseorang,
yang dijatuhkan terhadap orang yang menurut undang-undang berwenang untuk
membantah tuntutan itu, berlaku terhadap siapa pun.
1921. Suatu persangkaan menurut undang-undang,
membebaskan orang yang diuntungkan persangkaan itu dari segala pembuktian lebih
lanjut.
Terhadap suatu persangkaan
menurut undang-undang, tidak boleh diadakan pembuktian, bila berdasarkan
persangkaan itu undang-undang menyatakan batalnya perbuatan-perbuatan tertentu
atau menolak diajukannya suatu gugatan ke muka Pengadilan, kecuali bila
undang-undang memperbolehkan pembuktian sebaliknya, tanpa mengurangi
ketentuan-ketentuan mengenai sumpah di hadapan Hakim.
1922. Persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang
sendiri diserahkan kepada pertimbangan dan kewaspadaan Hakim, yang dalam hal
ini tidak boleh memperhatikan persangkaan-persangkaan yang lain.
Persangkaan-persangkaan yang demikian hanya boleh diperhatikan, bila
undang-undang mengizinkan pembuktian dengan saksi-saksi, begitu pula bila
terhadap suatu perbuatan atau suatu akta diajukan suatu bantahan dengan
alasan-alasan adanya itikad buruk atau penipuan.
Bab V - Tentang pengakuan
1923. Pengakuan yang dikemukakan terhadap suatu pihak,
ada yang diberikan dalam sidang Pengadilan dan ada yang diberikan di luar
sidang Pengadilan.
1924. Suatu pengakuan tidak boleh dipisah-pisahkan
sehingga merugikan orang yang memberikannya.
Akan tetapi Hakim berwenang untuk
memisah-misahkan pengakuan itu, bila pengakuan itu diberikan oleh debitur
dengan mengemukakan peristiwa-peristiwa yang ternyata palsu untuk membebaskan
dirinya.
1925. Pengakuan yang diberikan di hadapan Hakim,
merupakan suatu bukti yang sempurna terhadap orang yang telah memberikannya,
baik sendiri maupun dengan perantaraan seseorang yang diberi kuasa khusus untuk
itu.
1926. Suatu pengakuan yang diberikan dihadapan Hakim
tidak dapat dicabut kecuali bila dibuktikan bahwa pengakuan itu diberikan
akibat suatu kekeliruan mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Dengan alasan terselubung yang
didasarkan atas kekeliruan-kekeliruan dalam menerapkan hukum, pengakuan tidak
dapat dicabut.
1927. Suatu pengakuan lisan yang diberikan di luar
sidang pengadilan tidak dapat digunakan untuk pembuktian, kecuali dalam hal
pembuktian dengan saksi-saksi diizinkan.
1928. Dalam hal yang disebut pada penutup pasal yang
lalu, Hakimlah yang menentukan kekuatan mana yang akan diberikan kepada suatu pengakuan
lisan yang dikemukakan di luar sidang pengadilan.
Bab VI - Tentang sumpah
di hadapan hakim
1929. Ada dua macam sumpah dihadapan Hakim:
1. Sumpah yang diperintahkan ileh pihak yang satu
kepada pihak yang lain untuk pemutusan suatu perkara; sumpah itu disebut sumpah
pemutus;
2. umpah yang diperintahkan oleh Hakim karena jabatan
kepada salah satu pihak.
1930. Sumpah pemutus daapat diperintahkan dalam
persengketaan apa pun juga, kecuali dalam hal kedua belah pihak tidak
mengadakan suatu perdamaian atau dalam hal pengakuan mereka tidak boleh
diperhatikan.
Sumpah pemutus dapat
diperintahkan pada setiap tingkatan perkara, bahkan dalam hal tidak ada upaya
pembuktian apa pun untuk membuktikan tuntutan atau tangkisan yang memerlukan
pengambilan sumpah itu.
1931. Sumpah itu hanya dapat diperintahkan untuk suatu
perbuatan yang telah dilakukan sendiri oleh orang yang menggantungkan perkara
pada sumpah itu.
1932. Barang siapa diperintahkan mengangkat sumpah tetapi
enggan mengangkatnya dan enggan mengembalikannya, dan barang siapa
memerintahkan pengangkatan sumpah dan enggan mengangkatnya setelah sum pah itu
dikembalikan kepadanya, harus dikalahkan dalam tuntutan atau tangkisannya.
1933. bila perbuatan yang harus dikuatkan dengan sumpah
itu bukan perbuatan kedua belah pihak, melainkan hanya perbuatan pihak yang
menggantungkan pemutusan perkara pada sumpah itu, maka sumpah tidak dapat
dikembalikan.
1934. Tiada sumpah yang dapat diperintahkan,
dikembalikan atau diterima, selain oleh pihak yang berperkara sendiri atau oleh
orang yang diberi kuasa khusus untuk itu.
1935. Barang siapa telah memerintahkan atua
mengembalikan sumpah, tidak dapat mengembalikan perbuatannya itu, jika pihak
lawan sudah mengatakannya bersedia mengangkatnya.
1936. Bila sumpah pemutus telah diangkatnya, entah oleh
pihak yang diperintahkan mengangkat sumpah itu, atau oleh pihak yang kepadanya
dikembalikan sumpah itu, maka pihak lawan tidak boleh membuktikan kepalsuan
sumpah itu.
1937. Sumpah tidak memberikan bukti selain untuk
keuntungan atau untuk kerugian orang yang telah memerintahkan atau
mengembalikannya, serta para ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak
dari mereka.
1938. Namun demikian, dalam suatu perikatan
tanggung-menanggung, seorang debitur yang diperintahkan bersumpah oleh salah
seorang kreditur dan mengangkat sumpahnya, hanya dibebaskan untuk jumlah yang
tidak lebih daripada begian kreditur tersebut. Sumpah yang diangkat oleh
debitur utama, membebaskan para penanggung utang.
1939. Sumpah yang diangkat oleh salah seorang debitur
utama menguntungkan orang-orang yang turut berutang, sedangkan sumpah yang
diangkat oleh penanggung utang menguntungkan debitur utama, jika dalam kedua
hal tersebut sumpah itu telah diperintahkan atau dikembalikan, tetapi hanya
mengenai utang itu sendiri, dan bukan mengenai pokok perikatan
tanggung-menanggung atau penanggungnya.
1940. Hakim, karena jabatannya, dapat memerintahkan salah
satu pihak yang berperkara untuk mengangkat sumpah, supaya dengan sumpah itu
dapat diputuskan perkara itu atau dapat ditentukan jumlah uang yang dikabulkan.
1941. Ia dapat berbuat demikian, hanya dalam dua hal:
1. Jika tuntutan maupun tangkisan itu tidak terbukti
dengan sempurna;
2. Jika tuntutan maupun tangkisan itu tidak sama
sekali tak dapat dibuktikan.
1942. Sumpah untuk menetapkan harga barang yang dituntut
tidak dapat diperintahkan oleh Hakim kepada penggugat, kecuali bila harga itu
tidak dapat ditentukan dengan cara apapun juga selain dengan sumpah.
Bahkan dalam hal yang demikian
Hakim harus menetapkan sampai sejauhmana penggugat dapat dipercaya berdasarkan
sumpahnya.
1943. Sumpah yang diperintahkan Hakim kepada salah satu
pihak yang berperkara, tak dapat dikembalikan oleh pihak ini kepada pihak
lawannya.
1944. Sumpah harus diangkat dihadapan Hakim yang
memeriksa perkaranya. Jika ada suatu halangan yang sah yang menyebabkan hal ini
tidak dapat dilaksanakan, maka majelis Pengadilan dapat mengusahakan salah
seorang Hakim anggotanya agar pergi kerumah atau tempat kediaman orang yang
harus mengangkat sumpah untuk mengambil sumpahnya.
Jika dalam hal demikian itu rumah
atau tempat kediaman itu terlalu jauh atau terletak diluar daerah hukum majelis
Pengadilan itu, maka majelis ini dapat memerintahkan pengambilan sumpah kepada
Hakim atau kepada pemerintah daerah yang didaerah hukumnya terletak rumah atau
tempat orang yang diwajibkan mengangkat sumpah.
1945. Jika sumpah harus diangkat sendiri.
Jika ada alasan-alasan penting, Hakim boleh mengijinkan pihak yang berperkara untuk mengangkat sumpahnya dengan perantara seseorang yang diberikan kuasa khusus untuk itu dengan suatu akta otentik.
Jika ada alasan-alasan penting, Hakim boleh mengijinkan pihak yang berperkara untuk mengangkat sumpahnya dengan perantara seseorang yang diberikan kuasa khusus untuk itu dengan suatu akta otentik.
dalam hal demikian, surat kuasa
itu harus memuat sumpah yang harus diucapkan itu secara lengkap dan tepat.
Tidak sumpah yang boleh diangkat
tanpa kehadiran pihak lawan atau sebelum pihak lawan ini dipanggil secara sah.
Bab VII - Tentang
kedaluwarsa pada umumnya
1946. Lewat waktu ialah suatu sarana hukum untuk
memperoleh sesuatu atau suatu alasan untuk dibebaskan dari suatu perikatan
dengan lewatnya waktu tertentu dan dengan terpenuhinya syarat-syarat yang
ditentukan dalam undang-undang.
1947. Seseorang tidak boleh melepaskan lewat waktu
sebelum tiba waktunya tetapi boleh melepaskan suatu lewat waktu yang telah
diperolehnya.
1948. Pelepasan lewat waktu dapat dilakukan secara tegas
atau secara diam-diam. Pelepasan secara diam-diam disimpulkan dari suatu
perbuatan yang menimbulkan dugaan bahwa seseorang tidak hendak menggunakan
suatu hak yang telah diperolehnya.
1949. Barangsiapa tidak diperbolehkan memindahtangankan
sesuatu, juga tidak boleh melepaskan lewat waktu diperolehnya.
1950. Hakim, karena jabatannya, tidak boleh
mempergunakan lewat waktu.
1951. Pada setiap tingkat pemeriksaan perkara, dapat
diajukan adanya lewat waktu, bahkan pada tingkat banding pun.
1952. Kreditur atau orang lain yang berkepentingan dapat
melawan pelepasan lewat waktu yang dilakukan oleh debitur yang secara curang
bermaksud mengurangi hak kreditur atau orang yang lain tersebut.
1953. Seseorang tidak dapat menggunakan lewat waktu
untuk memperoleh hak milik atas barang-barang yang tidak beredar dalam
perdagangan.
1954. Pemerintah yang mewakili negara, Kepala
Pemerintahan Daerah yang bertindak dalam jabatannya, dan lembaga-lembaga umum,
tunduk pada lewat waktu sama seperti orang perseorangan, dan dapat
menggunakannya dengan cara yang sama.
1955. Untuk memperoleh hak milik atas sesuatu dengan
upaya lewat waktu, seseorang harus bertindak sebagai pemilik sesuai itu dengan
menguasainya secara terus-menerus dan tidak terputus- putus, secara terbuka di
hadapan umum dan secara tegas.
1956. Perbuatan memaksa, perbuatan sewenang-wenang atau
perbuatan membiarkan begitu saja, tidaklah menimbulkan suatu besit yang dapat
membuahkan lewat waktu.
1957. Seseorang yang sekarang menguasai suatu barang,
yang membuktikan bahwa ia menguasai sejak dulu, dianggap juga telah
menguasainya selama selang waktu antara dulu dan sekarang, tanpa mengurangi
pembuktian hal yang sebaliknya.
1958. Untuk memenuhi waktu yang diperlukan untuk lewat
waktu, dapatlah seseorang menambah waktu selama ia berkuasa dengan waktu selama
berkuasanya orang yang lebih dahulu berkuasa dari siapa ia telah memperoleh
barangnya, tak peduli bagaimana ia menggantikan orang itu, baik dengan alas hak
umum maupun dengan alas hak khusus, baik dengan cuma-cuma maupun atas beban.
1959. Orang yang menguasai suatu barang untuk orang
lain, begitu pula ahli warisnya, sekali-kali tidak dapat memperoleh sesuatu
dengan jalan lewat waktu, berapa lama pun waktu yang telah lewat.
Demikian pula seorang penyewa,
seorang penyimpan, seorang penikmat hasil, dan semua orang lain yang memegang suatu
barang berdasarkan suatu persetujuan dengan pemiliknya, tak dapat memperoleh
barang itu
1960. Mereka yang disebutkan dalam pasal yang lalu dapat
memperoleh hak milik dengan jalan lewat waktu, jika alas hak besit mereka telah
berganti, baik karena suatu sebab yang berasal dari pihak ketiga, maupun karena
pembantahan yang mereka lakukan terhadap hak milik.
1961. Mereka yang telah menerima suatu barang, yang
diserahkan dengan alas hak yang dapat memindahkan hak milik oleh penyewa,
penyimpan dan orang-orang lain yang menguasai barang itu berdasarkan suatu
persetujuan dengan pemiliknya, dapat memperoleh barang tersebut dengan jalan
lewat waktu.
1962. Lewat waktu dihitung menurut hari, bukan menurut
jam.
Lewat waktu itu diperoleh bila
hari terakhir dari jangka waktu yang diperlukan telah lewat.
BAGIAN 2
Lewat Waktu Sebagai Suatu Sarana
Hukum untuk Memperoleh Sesuatu
1963. Seseorang yang dengan itikad baik memperoleh suatu
barang tak bergerak, suatu bunga, atau suatu piutang lain yang tidak harus
dibayar atas tunjuk dengan suatu besit selama dua puluh tahun, memperoleh hak
milik atasnya dengan jalan lewat waktu.
Seseorang yang dengan itikad baik
menguasai sesuatu selama tiga puluh tahun memperoleh hak milik tanpa dapat
dipaksa untuk menunjukkan alas haknya.
1964. Suatu tanda alas hak yang batal karena suatu cacat
dalam bentuknya tidak dapat digunakan sebagai dasar suatu lewat waktu selama
dua puluh tahun.
1965. Itikad baik harus selalu dianggap ada, dan
barangsiapa mengajukan tuntutan atas dasar itikad buruk, wajib membuktikannya.
1966. Cukuplah bila pada waktu memperoleh sesuatu itu
itikad baik itu sudah ada.
BAGIAN 3
Lewat Waktu Sebagai Suatu Alasan untuk Dibebaskan dari Suatu Kewajiban
Lewat Waktu Sebagai Suatu Alasan untuk Dibebaskan dari Suatu Kewajiban
1967. Semua tuntuan hukum, baik yang bersifat kebendaan
maupun yang bersifat perorangan, hapus karena lewat waktu dengan lewatnya waktu
tiga puluh tahun, sedangkan orang yang menunjuk adanya lewat waktu itu, tidak
usah menunjukkan suatu alas hak, dan terhadapnya tak dapat diajukan suatu
tangkisan yang didasarkan pada itikad buruk.
1968. Tuntutan para ahli dan pengajar dalam bidang
kebudayaan dan ilmu pengetahuan, untuk pelajaran yang mereka berikan dalam
tiap-tiap bulan atau waktu yang lebih pendek;
tuntutan para penguasa rumah
penginapan dan rumah makan, untuk pemberian penginapan serta makanan;
tuntutan para buruh yang upahnya
harus dibayar dalam bentuk uang tiap-tiap kali setelah lewat waktu yang kurang
dari satu triwulan, untuk mendapat pembayaran upah mereka serta jumlah kenaikan
upah itu menurut Pasal 1602q;
semua tuntutan ini lewat waktu
dengan lewatnya waktu satu tahun.
1969. Tuntutan para dokter dan ahli obat-obatan, untuk
kunjungan dalam memberikan pelayanan kesehatan, perawatan dan pemberian
obat-obatan;
tuntutan para juru sita, untuk
upah mereka dalam memberitahukan akta-akta dan melaksanakan tugas yang
diperintahkan kepada mereka;
tuntutan para pengelola sekolah
berasrama, untuk uang makan dan pengajaran bagi muridnya, begitu pula tuntutan
pengajar-pengajar lainnya untuk pengajaran yang mereka berikan;
tuntutan pada buruh, kecuali
mereka yang dimaksudkan dalam Pasal 1968, untuk pembayaran upah mereka serta
jumlah kenaikan upah itu menurut Pasal 1602 q;
semuanya lewat waktu dengan
lewatnya waktu dua tahun.
1970. Tuntutan para advokat untuk pembayaran jasa mereka
dan tuntutan para pengacara untuk pembayaran persekot dan upah mereka, hapus
karena lewat waktu dengan lewatnya waktu dengan lewatnya waktu dua tahun,
terhitung sejak hari diputusnya perkara, hari tercapainya perdamaian antara
pihak-pihak yang berperkara, atau hari dicabutnya kuasa pengacara itu.
Dalam hal perkara yang tidak
selesai, tak dapatlah mereka menuntut pembayaran persekot dan jasa yang telah
ditunggak lebih dari sepuluh tahun.
Tuntutan para Notaris untuk
pembayaran persekot dan upah mereka, lewat waktu juga dengan lewatnya waktu dua
tahun, terhitung sejak hari dibuatnya akta yang bersangkutan.
1971. Tuntutan para tukang kayu, tukang batu dan tukang
lain untuk pembayaran bahan-bahan yang mereka berikan dan upah-upah mereka;
tuntutan para pengusaha toko
untuk pembayaran barang-barang yang telah mereka serahkan, sekedar tuntutan ini
mengenai pekerjaan dan penyerahan yang tidak mengenai pekerjaan tetap debitur;
semua itu lewat waktu dengan
lewatnya waktu lima tahun.
1972. Lewat waktu yang disebutkan dalam keempat pasal
yang lalu terjadi, meskipun seseorang terus melakukan penyerahan, memberikan
jasa dan menjalankan pekerjaannya.
Lewat waktu itu hanya berhenti
berjalan, bila dibuat suatu pengakuan utang tertulis, atau bila lewat waktu
dicegah menurut Pasal 1979 dan 1980.
1973. Namun demikian, orang yang kepadanya diajukan lewat
waktu yang disebut dalam Pasal 1968, 1969, 1970 dan 1971, dapat menuntut supaya
mereka yang menggunakan lewat waktu itu bersumpah bahwa utang mereka
benar-benar telah dibayar.
Kepada para janda dan para ahli
waris, atau jika mereka yang disebut terakhir ini belum dewasa, kepada para
wali mereka, dapat diperintahkan sumpah untuk menerangkan bahwa mereka tidak
tahu tentang adanya utang yang demikian.
1974. Para Hakim dan Pengacara tidak bertanggung jawab
atas penyerahan surat-surat setelah lewat waktu lima tahun sesudah pemutusan
perkara.
Para juru sita dibebaskan dari
pertanggungjawaban tentang hak itu setelah lewat waktu dua tahun, terhitung
sejak pelaksanaan kuasa atau pemberitahuan akta-akta ditugaskan kepada mereka.
1975. Bunga atas bunga abadi atau bunga cagak hidup;
bunga atas tunjangan tahunan
untuk pemeliharaan;
harga sewa rumah dan tanah;
bunga atas utang pinjaman, dan
pada umumnya segala sesuatu yang harus dibayar tiap tahun atau tiap waktu
tertentu yang lebih pendek;
semua itu lewat waktu setelah
lewatnya waktu lima tahun.
1976. Lewat waktu yang diatur dalam Pasal 1968 dan
seterusnya dalam bab ini, berlaku bagi anak-anak yang belum dewasa dan
orang-orang yang berada di bawah pengampuan; hal ini tidak mengurangi tuntutan
mereka akan ganti rugi terhadap para ahli waris atau para pengampu mereka.
1977. Barangsiapa menguasai barang bergerak yang tidak
berupa bunga atau piutang yang tidak harus di bayar atas tunjuk, dianggap
sebagai pemiliknya sepenuhnya.
Walaupun demikian, barangsiapa
kehilangan atau kecurian suatu barang, dalam jangka waktu tiga tahun, terhitung
sejak hari barang itu hilang atau dicuri itu dikembalikan pemegangnya, tanpa
mengurangi hak orang yang disebut terakhir ini untuk minta ganti rugi kepada
orang yang menyerahkan barang itu kepadanya, pula tanpa mengurangi ketentuan
Pasal 582.
BAGIAN 4
Sebab-sebab yang Mencegah Lewat Waktu
Sebab-sebab yang Mencegah Lewat Waktu
1978. Lewat waktu dicegah bila pemanfaatan barang itu
dirampas selama lebih dari satu tahun dari tangan orang yang menguasainya, baik
oleh pemiliknya semula maupun oleh pihak ketiga.
1979. Lewat waktu itu dicegah pula oleh suatu
peringatan, suatu gugatan, dan tiap perbuatan-perbuatan berupa tuntutan hukum,
masing-masing dengan pemberitahuan dalam bentuk yang telah ditentukan,
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dalam hal itu atas nama pihak yang
berhak, dan disampaikan kepada orang yang berhak dicegah memperoleh lewat waktu
itu.
1980. Gugatan di muka Hakim yang tidak berkuasa, juga
mencegah lewat waktu.
1981. Namun lewat waktu tidak dicegah, bila peringatan
atau gugatan dicabut atau dinyatakan batal, entah karena penggugat menggugurkan
tuntutannya, entah karena tuntutan itu dinyatakan gugur akibat lewat waktunya.
1982. Pengakuan akan hak seseorang yang terhadapnya
lewat waktu berjalan, yang diberikan dengan kata-kata atau dengan perbuatan
oleh orang yang menguasainya atau dibitur, juga mencegah lewat waktu.
1983. Pemberitahuan menurut Pasal 1979 kepada salah
seorang debitur dalam perikatan tanggung-menanggung, atau pengakuan orang
tersebut, mencegah lewat waktu terhadap para debitur lain, bahkan pula terhadap
para ahli waris mereka.
Pemberitahuan kepada ahli waris
salah seorang debitur dalam perikatan tanggung- menanggung, atau pengakuan ahli
waris tersebut, tidaklah mencegah lewat waktu terhadap para ahli waris debitur
lainnya, bahkan juga dalam hal suatu utang hipotek, kecuali untuk bagian ahli
waris tersebut.
Dengan pemberitahuan atau
pengakuan itu maka lewat waktu terhadap para debitur lain tidak dicegah lebih
lanjut, kecuali untuk bagian ahli waris tersebut.
Untuk mencegah lewat waktu
seluruh utang terhadap para debitur lainnya, perlu ada sesuatu pemberitahuan
kepada semua ahli waris atau suatu pengakuan dari semua ahli waris itu.
1984. Pemberitahuan yang dilakukan kepada debitur utama
atau pengakuan yang diberikan oleh debitur utama mencegah lewat waktu terhadap
penanggung utang.
1985. Pencegahan lewat waktu yang dilakukan oleh salah
seorang kreditur dalam suatu perikatan tanggung-menanggung berlaku bagi semua
kreditur lainnya.
BAGIAN 5
Sebab-sebab yang Menangguhkan Lewat Waktu
Sebab-sebab yang Menangguhkan Lewat Waktu
1986. Lewat waktu berlaku terhadap siapa saja, kecuali
terhadap mereka yang dikecualikan oleh undang-undang.
1987. Lewat waktu tidak dapat
mulai berlaku atau berlangsung terhadap anak-anak yang belum dewasa dan
orang-orang yang ada di bawah pengampuan, kecuali dalam hal-hal yang ditentukan
undang-undang.
1988. Lewat waktu tidak dapat terjadi di antara suami
istri.
1989. Lewat waktu tidak berlaku terhadap seorang istri
selama ia berada dalam status perkawinan:
1. bila tuntutan istri tidak
dapat diteruskan, kecuali setelah ia memilih akan menerima persatuan atau akan
melepaskannya
2. bila suami, karena menjual
barang milik pribadi istri tanpa persetujuannya, harus menanggung penjualan
itu, dan tuntutan istri harus ditujukan kepada suami.
1990. Lewat waktu tidak berjalan:
terhadap piutang yang bersyarat,
selama syarat ini tidak dipenuhi;
dalam hal suatu perkara untuk
menanggung suatu penjualan, selama belum ada putusan untuk menyerahkan barang
yang bersangkutan kepada orang lain;
terhadap suatu piutang yang baru
dapat ditagih pada hari yang telah ditentukan, selama hari itu belum tiba.
1991. Terhadap seorang ahli waris yang telah menerima
suatu warisan dengan hak istimewa untuk membuat pendaftaran harta peninggalan,
tidak dapat dikenakan lewat waktu mengenai piutang-piutangnya terhadap harta
peninggalan.
Lewat waktu berlaku terhadap
suatu warisan yang tak terurus, meskipun tidak ada pengampu warisan itu.
1992. Lewat waktu itu berlaku selama ahli waris masih
mengadakan perundingan mengenai warisannya.
KETENTUAN PENUTUP
1993. Lewat waktu yang sudah mulai berjalan sebelum
Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini diundangkan, harus diatur menurut
undang-undang yang pada saat itu berlaku di Indonesia.
Namun lewat waktu
demikian yang menurut perundang-undangan lama masih membutuhkan waktu selama
lebih dari tiga puluh tahun, terhitung sejak Kitab Undang-undang Hukum Perdata
ini diundangkan, akan terpenuhi dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun.Referensi : http://id.wikisource.org/wiki/Kitab_Undang-Undang_Hukum_Perdata/Buku_Keempat
Post a Comment
Budayakan komentar yang sehat, atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.